Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. 34:16)Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS. 34:17)Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman. (QS. 34:18)Maka mereka berkata:” Ya Rabb kami jauhkanlah jarak perjalanan kami”, dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur. (QS. 34:19)
Jumat, 21 Februari 2014
Dua Puluh Tiga Hari di Lembah Saba’
Jika ingin bepergian
ke sebuah tempat, barangkali pertanyaan pertama yang harus dijawab
adalah, “Apakah ada sinyal di sana?”. Dengan demikian kita bisa
menyesuaikan dengan kondisi daerah tersebut. Untuk zaman sekarang,
komunikasi telah menjadi sebuah kebutuhan primer. Sebab, salah
komunikasi hanya akan berakhir dengan kepiluan.
Pengalaman semacam ini
saya rasakan beberapa waktu yang lalu. Bertugas selama 23 hari di
pedalaman Badui daerah Ma’rib, telah membuat saya putus komunikasi
dengan dunia luar. Bagaimana tidak putus, operator dari kartu hape yang
saya gunakan belum membangun fasilitas pemancar di daerah sana. Bisa
dibayangkan bagaimana sedihnya.
Padahal…kemanapun
pergi, saya selalu aktif berkomunikasi dengan istri dan ibunda. Lalu apa
yang harus dilakukan? Akhirnya saya memberanikan diri untuk meminjam
alat komunikasi dari penduduk setempat yang berbasis CDMA milik
pemerintah. Itu pun belum cukup sampai di situ! Untuk memperoleh sinyal
aktif, saya harus mendaki sebuah bukit di belakang desa. Di atas bukit
itu pun seringkali sinyal putus-putus. Sebuah pengalaman yang tak akan
terlupakan.
_____00000_____
Menjelang Dzuhur pintu
kamar saya diketuk orang dari luar. Sambil memanggil-manggil nama saya,
orang itu terus mengetuk pintu kamar. Ada rasa malas yang mengiringi
langkah kaki untuk membuka pintu karena gaya mengetuknyayang kurang pas
di hati.
“Ah…Muhammad! Apa
kabar? Ayo masuk ke dalam!”, saya berseru setelah mengetahui siapa yang
datang bertamu.Muhammad adalah seorang kenalan yang berasal dari
pedalaman Ma’rib,orang Badui.Ketika musim libur setelah Idul
Fitri,beberapa orang dari kampungnya –termasuk dia- datang belajar ke
Pondok Dzamar. Saat itu saya beberapa kali diundang makan malam oleh
mereka.
Muhammad hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Katanya, “Ndak…Kamu siap-siap saja. Sebentar lagi kita akan berangkat!”.
“Kemana?”, tanyaku.
Ia menjawab, “Kamu akan kami ajak ke kampung kami di Ma’rib selama sebulan”.
Sebulan? Hiiii…siapa
yang mau meninggalkan kegiatan di Pondok selama sebulan.Bagaimana dengan
pelajaran-pelajaran? Bagaimana dengan setorang hafalan Al Qur’an?
Bagaimana dan bagaimana?
“Ah…jangan
bercanda lah! Masak sebulan? Kalau dua minggu mungkin saya masih bisa
pikir-pikir. Kalau sebulan, saya tidak mau”, jawabku.
Kata
Muhammad, “Kalau kamu tidak percaya,sana kamu temui Syaikh Utsman di
Perpustakaannya. Kami sudah menyampaikan rencana ini kepada beliau dan
beliau pun setuju”.
Akhirnya saya bergegas
turun ke lantai dua, Perpustakaan Syaikh Utsman berada. Dan memang
benar kata Muhammad, Syaikh Utsman menugaskan kami untuk tinggal di sana
selama dua puluh lima hari. Awalnya saya berusaha untuk menawar hanya
dua minggu saja. Sebab, sejak semula Syaikh Utsman menentukan waktu
sebulan untuk kami. Namun akhirnya beliau memberi kelonggaran untuk kami
selama dua puluh lima hari saja.
Malamnya selepas Isya’
adalah momen manis yang akan sulit terlupakan. Tidak biasanya di malam
hari Syaikh Utsman naik ke lantai tiga, ke asrama santri-santri Dzamar.
Ternyata beliau sengaja mencari saya. Indah dan hangat sekali ketika
tangan beliau yang halus menggenggam tangan saya sambil menggandeng
menuju salah satu sudut di lantai tiga.
“Sebenarnya saya tidak
sampai hati menugaskan kamu ke kampung Badui. Namun bersabarlah dan
berharaplah pahala dari Allah. Sebab, apa yang akan engkau lakukan di
sana adalah bagian dari dakwah juga”, pesan Syaikh dalam nasehat beliau.
Syaikh melanjutkan,”Saya telah menitipkan sejumlah
uang dan buku di toko depan sana. Besok uang itu kamu ambil dan simpan
di dalam sakumu untuk membeli keperluanmu selama di sana. Adapun
buku-buku itu, kamu bagi-bagikan untuk orang-orang di sana”.
Alhamdulillah… Saya
mencintaimu, wahai Syaikh Utsman, karena Allah. Segala syukur dan puji
hanya untuk Allah yang telah mengabulkan cita-cita saya untuk duduk
bersimpuh belajar di hadapan Syaikh Utsman. Banyak hal yang telah saya
pelajari dari beliau, terutama ilmu Mengendapkan Rasa.
Sungguh, Syaikh Utsman
selalu menghiasi waktunya dengan senyum terkembang. Beliau mengajarkan
secara nyata bagaimanakah rasa kasih dan sayang harus ditunjukkan kepada
orang lain. Mudah memaafkan pun sangat terlihat dari keseharian beliau.
Rasa-rasanya mesti ada tulisan khusus tentang Syaikh Utsman dalam hal
ilmu Mengendapkan Rasa.Hafidzahullah ta’ala.
_____00000_____
Pagi-pagi benar kami
berangkat. Tim kami terdiri dari tiga orang. Seorang kawan dari Yaman,
seorang lagi dari Somalia Land dan saya sendiri. Tim penjemput terdiri
dari delapan orang yang dipimpin oleh seorang polisi yang bertugas
sebagai Mudir Amn Manthiqah (semacam Kapolsek) di daerah tersebut. Mobil
yang digunakan pun mobil dinas polisi tersebut. Berwarna putih biru
muda dan bertipe bak belakang.
Perjalanan menuju
lokasi ternyata amat sangat melelahkan. Lima jam lebih sedikit waktu
yang kami perlukan untuk tiba di lokasi. Bayangkan saja! Jalan beraspal
yang kami lewati hanya kurang lebih sepuluh kilo meter. Sesampainya di
batas kota tidak ada lagi aspal yang menemani. Semuanya adalah tanah
berbatu, kerikil dan terkadang pasir lembah seperti pasir di pantai
Srawu Pacitan.
Empat jam lebih rute
perjalanan kami tempuh dalam relief-relief alam yang sangat menakjubkan.
Saya membayangkan sedang berada di celah-celah sempit Grand Canyon.
Kanan kiri kami adalah gunung-gunung batu terjal dan berwarna hitam.
Ngarai-ngarai kami lewati. Hanya pohon dan tetumbuhan berduri yang
sesekali kami lewati. Selebihnya adalah hamparan batu, pasir dan
jurang-jurang kecil.
Sering juga mobil kami
menerobos aliran sungai kecil. Kolam-kolam bening yang berada di bawah
tebing-tebing itu adalah sisa-sisa dari Sail (banjir di musim penghujan)
yang terjadi hanya beberapa kali saja dalam setahun. Ikan-ikan terlihat
asik bergerombol. Ada yang kecil bahkan ada yang sebesar tangan. Sebuah
pemandangan yang tidak bisa ditemui di setiap tempat di Yaman.
Subhaanallah! Ono
Kinjeng…Ya, seumur-umur di Yaman, baru kali ini saya menyaksikan capung.
Ada juga katak-katak kecil. Berbagai macam burung khas Timur Tengah
juga turut memeriahkan suasana perjalanan. Sesekali kami berpapasan
dengan rombongan unta yang sedang digembalakan oleh orang-orang Badui.
Dalam suasana semacam itu, kedua tangan harus berpegang erat dengan
sisi-sisi mobil karena kami duduk bersama di bak belakang.T entunya
dibumbui candaan antara kami. Sungguh sebuah adventure!!!
“Lembah
ini…Ngarai-ngarai ini…Sungai-sungai ini…semuanya adalah bagian dari
Lembah Saba’ yang airnya mengalir sampai ke Bendungan Saba’. Jika musim
penghujan tiba, masing-masing orang akan berdiam di kampungnya sebab
tidak ada jalur transportasi yang bisa dipakai”, jelas salah seorang
dari mereka.
Sungguh menakjubkan!
Kami melintasi
ngarai-ngarai dan lembah yang mungkin lebarnya hanya lima puluh meter
atau lebih sedikit. Kami seakan berada di antara jepitan-jepitan gunung
batu yang curam. Perjalanan ini akan saya abadikan selalu dalam ingatan,
insya Allah. Perjalanan menuju sebuah kampung Badui.
_____00000_____
Tugas yang
diembankan Syaikh Utsman untuk kami sebenarnya tidak mudah. Saya
terpilih dalam anggota Tim bukan karena kemampuan dan keahlian. Saya
terpilih karena ketika musim liburan tiba dan beberapa orang dari
Kampung Badui tersebut datang ke Pondok Dzamar untuk belajar, saya akrab
dan kenal dekat dengan mereka. Ya, saya terpilih dalam Tim tersebut
karena sudah dianggap dekat dan akrab. Mudah bergaul, kata mereka.
Mengadakan Pesantren
Kilat untuk anak-anak sekolah adalah salah satu tugas kami. Ada empat
puluh lima anak lebih yang akhirnya aktif di dalam kegiatan yang kami
adakan. Selepas shalat Ashar hingga menjelang Maghrib, anak-anak itu
kami kumpulkan di sebuah masjid Jami’. Masing-masing menyetorkan
hafalannya dan sesekali kami memberikan sedikit materi tentang aqidah,
fiqih dan doa-doa.
Di kampung tersebut
ada tiga buah masjid dan kami pun sepakat untuk membagi diri.
Masing-masing kami bertugas untuk menjadi imam shalat lima waktu di
ketiga masjid tersebut. Selepas shalat Dzuhur kami juga memberikan
sebuah kultum untuk para jama’ah. Malamnya di antara Maghrib dan Isya’,
kami menyampaikan pelajaran. Saya sendiri memilih untuk membacakan kitab
sejarah karya Ibnu Katsir yang berjudul Al Fushul fii Siiratir Rasuul.
Kenapa saya memilih sirah? He…he…sirah itu hanya membacakan dengan
sedikit menyesuaikan intonasi dan mimic. Jadi tidak perlu banyak-banyak
menjelaskan karena keterbatasan saya dalam berbahasa Arab.
Terkadang kami
kebagian tugas untuk khutbah Jum’at dan muhadharah di beberapa desa
tetangga. Walaupun tugas ini tidak sesuai dengan kemampuan saya,namun
banyak sekali manfaat dan pelajaran-pelajaran hidup yang terpatri di
dalam hati selama dua puluh tiga hari di sana. Alhamdulillah ‘ala kulli
haal.
_____00000_____
Nama desa yang kami
tempati selama bertugas adalah Kaulah. Desa itu termasuk dalam kecamatan
Rahabah di Propinsi Ma’rib, bagian utara negara Yaman. Untuk sampai ke
ibukota propinsi dibutuhkan minimal empat jam perjalanan. Sementara
jarak antara ibukota propinsi Ma’rib sampai ke Shan’a minimalnya empat
jam. Kampung kami tercatat sebagai salah satu bagian dari kabilah Murad
yang tersohor itu. Seorang tabi’in yang disebut-sebut sebagai sayyidut
tabi’in (pemukanya generasi tabi’in) juga berasal dari kabilah tersebut.
Ya…Uwais Al Qarani Al Muradi kampungnya hanya berjarak satu jam
perjalanan dari tempat kami berada. Sebagaimana layaknya kehidupan
Badui, kampung kami pun demikian adanya. Tidak ada listrik yang
mengalir. Mengandalkan sebuah generator besar, kampung kami dan beberapa
kampung tetangga hanya bermandikan listrik empat jam sehari semalam.
Ketika adzan Maghrib berkumandang, generator itu dihidupkan dan akan
dimatikan pada pukul sepuluh malam.
Kehidupan mereka amat
sangat sederhana banget! Rumah-rumah mereka disusun dari batu-batu
gunung yang memang tersedia secara melimpah. Tanpa semen atau bahan
semisalnya. Kekokohannya hanya mengandalkan keahlian di dalam menjepit
dan mengunci batu-batu tersebut. Lantai rumah pun tidak bersemen apalagi
berkeramik. Hanya tanah yang diratakan dan dikeraskan.
Masing-masing rumah
memiliki kandang sapi, kambing dan keledai. Ya…penghasilan utama mereka
memang dari beternak. Jangan heran jika ada di antara penduduk kampung
yang memiliki ratusan ekor kambing! Di samping itu mereka berladang dan
bercocok tanam. Gandum adalah pilihan utama di dalam berladang. Sebab,
gandum adalah makanan pokok mereka.
Kegiatan sehari-hari
di sana tentu amat membosankan bagi yang telah mengecap kehidupan kota.
Shalat Shubuh lalu tidur kembali. Setelah sarapan pagi berangkat ke
ladang sampai waktu Dzuhur. Makan siang dan dilanjutkan tidur (sebagian
besar nge-qaat,sebuah adat Yaman yang perlu dijelaskan secaraterpisah).
Sore hari hanya duduk-duduk sambil minum kopi Yaman menanti malam.
Selepas shalat Isya’ dilanjutkan dengan tidur. Ya…hanya seperti itulah
kegiatan mereka!
Kegiatan yang sangat
sederhana! Tidak banyak acara karena memang tidak ada pilihan selain
itu. Namun apakah mereka mengeluh? Tidak! Mereka begitu amat menikmati
kehidupan yang semacam itu. Mereka tidak mengenal dunia luar. Bahkan
masih banyak di antara mereka yang belum pernah ke ibukota. Kehidupan
Badui!
_____00000_____
Masih banyak di antara
mereka yang tidak dapat membaca ataupun menulis (jadi ingat Papua
nie…). Alhamdulillah generasi yang belakangan ini sudah mengalami
kemajuan di dalam hal menulis dan membaca. Namun, walaupun kepada orang
yang telah mengenyam pendidikan di antara mereka, jangan berharap bisa
memberikan jawaban pasti,” Tanggal, bulan dan tahun berapa kamu
dilahirkan?”. He…he…pasti ia akan tertawa kecil sambil menggelengkan
kepala…
Jangan tanyakan lagi
tentang kedermawanan mereka! Baru kali ini saya benar-benar melihat
secara langsung kedermawanan orang Arab yang sangat terkenal itu.
Bayangkan saja jika Anda dalam waktu tiga minggu berturut-turut, setiap
makan siang selalu daging kambing sebagai menu utamanya! Pantas saja
kata kawan-kawan sepulang dari sana,pipimu tambah tembem.
Dua puluh tiga hari di
sana hanya tiga atau empat kali saja kami makan siang dengan lauk
daging ayam. Selebihnya adalah daging kambing! Ada empat kali kesempatan
saya menyaksikan pengalaman baru selama di sana. Kami diundang makan
siang oleh mereka. Dua ekor kambing dipotong untuk menyambut kami yang
kira-kira berjumlah dua puluh orang.
Luar biasa!
Dua ekor kambing itu
dimasak dengan potongan-potongan besar lalu dihidangkan di hadapan kami
dalam dua buah nampan besar. Tidak ada sedikit pun bagian kambing yang
diambil oleh tuan rumah. Dua ekor kambing utuh itu dipotong-potong di
hadapan kami sebagai bukti bahwa semuanya untuk tamu. Tidak ada yang
disisakan untuk tuan rumah!
Kemudian?
Salah seorang dari
tamu berdiri dan mengambil dua potong paha dan menyerahkannya kepada
tuan rumah sambil bersumpah,” Aku bersumpah atas nama Allah, kalian
harus menerima ini untuk kalian sendiri!”. Tuan rumah masih berusah
untuk menolak namun tamu itu tetap saja memaksa. Dan dua potong paha itu
pun untuk tuan rumah dan keluarganya.
Orang-orang Badui
semacam mereka pun dikenal dengan kepahlawanan dan keberaniannya.
Kisah-kisah mereka yang diabadikan dalam epos-epos perang seringkali
saya dengar. Dan jangan lupa bahwa orang-orang Yaman telah mengambil
peran penting di masa awal-awal Islam di dalam membela dan menolong
Rasulullah. Peran tersebut tetap berlangsung sampai di masa tabi’in dan
seterusnya. Ya, pasukan Yaman sering disebut sebagai Al Madad (bala
bantuan).
Secara wawasan umum,
mereka pun tergolong tertinggal. Buktinya banyak dari mereka yang tidak
mengetahui di manakah letak negara Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari
mereka yang beranggapan bahwa Indonesia itu terletak di jazirah
Afrika.Ada juga yang menyangka Indonesia, Cina, Jepang dan Korea saling
bertetangga dekat.
Mereka hanya
geleng-geleng kepala tanda takjub ketika saya bercerita tentang bumi
Indonesia. Jarak tempuhnya yang menghabiskan sepuluh jam di atas
pesawat, jumlah penduduknya, gambaran alam Indonesia dan berbagai hal
tentang Indonesia. Ya, dan mereka hanya takjub dan terkagum-kagum ketika
mendengar tentang Indonesia.
Secara agama? Walaupun mereka adalah orang-orang
Badui yang tinggal di pedalaman dan terbelakang, secara praktek
keagamaan mereka sangat luar biasa. Mereka hanya mengenal Al Qur’an dan
As Sunnah sebagai landasan hidup. Meskipun secara prakteknya belum tepat
semua.
Mereka membenci paham
demokrasi yang menyamakan suara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan, paham demokrasi yang menyamakan antara pendapat seorang
pemuka kabilah dengan seorang gelandangan. Mereka sangat mengagumi
Syaikh Muqbil yang telah berjasa mendakwahkan Al Qur’an dan As Sunnah di
seluruh penjuru Yaman. Sungguh, mereka sangat patuh ketika ayat dan
hadits dibacakan.
Subhaanallah!
_____00000_____
Saba’ adalah sejarah besar dunia yang meninggalkan
kesan mendalam. Saba’ adalah nama seorang nenek moyang orang-orang Yaman
yang kemudian digunakan sebagai nama daerah dan nama kerajaan besar di
masa lalu. Negerinya amatlah indah dan makmur. Aman sentosa dan gemah
ripah loh jinawi. Bahkan Allah menyebutnya sebagai baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafuur. Namun semua tinggal cerita…
Allah mengabadikan kisah hancurnya kerajaan Saba’
yang terkenal dengan istana Bilqisnya di dalam Al Qur’an.Bahkan surat
yang berisi tentang kisah mereka pun dinamakan dengan surat
Saba’.Lihatlah bagaimana Allah menceritakannya!
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan
Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan
dan di sebelah kiri.(kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari
rezki yang (dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya.(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Rabb
Yang Maha Pengampun”. (QS. 34:15)
Saya membayangkan
sambil mendengar penuturan seorang kakek tua yang bercerita tentang
keindahan Saba’ di masa lalu. Jari telunjuk kakek tua itu seakan tak
kenal lelah mengarahkan pandangan saya menyaksikan gunung-gunung
membentang dan ngarai-ngarainya. Saat itu kami berada sedang berada di
sebuah bukit di atas kampung itu.
Subhaanallah! Saba’ di
masa itu pastilah indah! Kebun-kebun yang dipenuhi dengan berbagai
macam buah-buahan. Tanpa memetik atau memanjat, buah-buah itu telah
berjatuhan di atas keranjang yang diletakkan di atas kepala. Seorang
penduduk Saba’ saat itu cukup berjalan berkeliling melintasi kebun-kebun
sambil membawa keranjang di atas kepalanya. Dan saat ia keluar,
keranjang itu telah penuh dengan buah-buahan. Tanpa memetiknya!
Air begitu melimpah
dengan bendungan yang sangat besar, kokoh dan kuat. Ikan-ikan menjadi
santapan lezat bagi penduduk Saba’. Semua kenikmatan dunia dicurahkan
untuk mereka. Namun pada akhirnya semua itu hanya tinggal cerita. Ya,
karena mereka kufur nikmat dan tidak mensyukuri sebagaimana mestinya,
Allah pun menurunkan adzab untuk mereka. Pelajaran untuk orang-orang
setelah mereka (termasuk kita) bahwa nikmat yang tidak disyukuri, suatu
saat akan dicabut, hilang dan berganti dengan kepedihan.
Saya sekarang pernah
menyaksikan seperti apakah pohon-pohon yang menggantikan kebun-kebun
indah itu. Pohon Khamt, pohon Atsl dan pohon Sidr. Pohon-pohon yang
sangat kecil manfaatnya. Pohon-pohon kering dan penuh dengan dedurian.
Pepohonan yang menggantikan kebun-kebun buah.Pepohonan yang tidak dapat
dimanfaatkan kecuali hanya untuk kayu bakar saja.
Astaghfirullah…Sudah berapa banyak nikmat Allah yang kita abaikan dan tidak kita syukuri???
_____00000_____
Sepanjang malam saya
selalu mendengar suara keledai yang memecah keheningan. Suaranya amat
menyayat hati. Panjang dan tidak menyenangkan. Pantas saja jika Allah
menyebutnya di dalam Al Qur’an sebagai ankarul ashwaat (seburuk-buruk
suara). Hampir setiap rumah memelihara keledai yang berfungsi sebagai
alat pembawa air, kayu bakar atau semisalnya. Pantas saja jika
sehari-hari, terutama malam, kampung itu dipenuhi dengan suara keledai.
Di siang hari, suara
angin berhembus amat sangat khas. Topan-topan kecil bergerak
memutar-mutar. Bising namun bukan bising. Sampah-sampah kecil ikut
terbang terangkat oleh angin-angin tersebut. Saya harus menutup wajah
jika angin-angin itu mulai datang. Angin-angin yang membentuk
topan-topan kecil itu memang khas di daerah Badui.
Jika saya ditanya,
view dan pemandangan apakah yang paling indah selama di sana? Pasti saya
akan menjawab,”View langit di arah timur ketika malam datang!”. Selama
ini saya sangat mengagumi keindahan ciptaan Allah ketika malam datang di
ufuk barat. Detik-detik ketika bola matahari tenggelam (jadi ingat
ketika menyaksikan matahari tenggelam di pantai Selatan he…he…) Indah
sekali!
Namun, ufuk timur
ternyata juga tak kalah indahnya. Saya sering menikmati view
tersebutbersama seorang kakek tua yang telah menjadi muadzin selama enam
belas tahun. Dari balik jendela masjid yang berjeruji, sebuah masjid
yang berada di atas bukit, kami berdua sering menikmati momen-momen itu.
Siang yang terus digeser dan didorong oleh gelapnya malam. Langit
kebiruan masih berusah untuk bertahan di sela-sela cahaya teja kemilau
matahari. Berbagai warna, entah warna apa namanya, saling berpendar
jatuh di atas gunung dan bukit yang bersaf-saf.
Apalagi satu dua
bintang kecil bersusulan muncul. Bintang Zuhroh yang paling terang
cahayanya semakin menambah syahdu. Dan potongan rembulan pun akhirnya
muncul. Sambil tersenyum kecil, setelah membaca dzikir petang, saya
menaruh asa dan harapan pada Dzat yang telah mengatur alam ini yang
sedemikian indahnya. Ya Allah…kabulkanlah semua doa-doaku….Amin.
_____00000_____
Pakaian putihku selama
di sana nampak lusuh, kumuh dan penuh noda. Bagaimana tidak seperti
itu, pakaian saya pakai selama sepekan tanpa diganti. Barangkali sudah
mulai tertular kehidupan Badui. Suatu saat saya sudah merasa bahwa
pakaian yang sedang saya pakai layak diganti dengan pakaian yang
lain.Warnanya sudah bukan putih lagi! Akan tetapi rencana itu saya
urungkan. Kenapa? Setelah membanding-bandingkan dengan pakaian
orang-orang di sana, ternyata pakaian saya masih tetap yang paling
bersih dan putih.He…he…
Selama di sana, bau
badan, keringat dan setiap cairan yang dikeluarkan oleh tubuh pasti
beraroma sapi atau kambing. Sebab, makanan dan minuman yang dikonsumsi
tidak jauh-jauh dari sapi dan kambing. Masakan selalu menggunakan minyak
samin. Minuman pun sering dikombinasikan dengan susu kambing.
Untungnya, setiap orang di sana memiliki bau badan yang sama. Sehingga
tidak ada yang merasa terganggu dengan bau badan kita.
Pengalaman! Pengalaman…
_____00000_____
Sebuah keajaiban yang
menurut saya sangat mengherankan adalah sungai-sungai yang mengandung
garam. Sebelumnya saya sudah pernah mendengar bahwa di Yaman ada dua
jenis garam ; garam laut dan garam gunung. Garam gunung adalah garam
yang dihasilkan dari beberapa gunung di propinsi Ma’rib. Namun baru di
sebuah pagi saya benar-benar percaya dengan berita tersebut.
Pagi itu kami berjalan
mencari suasana baru.Beberapa ratus meter kami naik turun bukit yang
akhirnya membawa kami di sebuah aliran sungai di ngarai landai. Ada
sesuatu yang aneh…tumpukan tipis berwarna putih menghiasi sepanjang
sungai yang telah mengering airnya.Garam gunung??? Saya mengambil
sedikit lalu mencicipnya…Subhaanallah! Asin…inikah yang disebut dengan
garam gunung?
“Sebenarnya ada gunung
garam di sana. Kamu tinggal mencangkul saja karena semuanya adalah
garam. Ketika banjir di musim penghujan, air membawa garam-garam
tersebut mengikuti alirannya”,kata seorang penduduk kepada saya.
Subhaanallah!
_____00000_____
Sepekan lebih di sana
ternyata saya harus melewati beberapa hari dengan banyak-banyak
berbaring. Badan menggigil, batuk, pilek juga demam tinggi di malam
hari. Barangkali adaptasi cuaca. Atau juga mungkin faktor air minum yang
langsung diambil dari sumur-sumur sekitar. Selama beberapa hari itu,
saya hanya membeli dan mengkonsumsi air mineral. Kurang lebih 100.000
rupiah saya habiskan untuk membeli air mineral. Perbotolnya di sini
seharga 100 Real yang jika dikonversi dalam rupiah menjadi 5.000.
Setiap malam sebelum
tidur saya usahakan untuk makan bawang putih mentah. Untuk kekebalan
tubuh, kata sebagian orang di sana. Setiap siang tidak lupa beberapa
kapsul habbatus sauda’ juga saya konsumsi. Sebelum tidur cream Suncream
juga saya usapkan merata ke seluruh tubuh untuk membantu menghangatkan
tubuh.Hingga pada sebuah malam…
Saya bercerita kepada
kawan satu Tim, jika di Indonesia saya sakit semacam ini saya pasti
dikeroki oleh istri tercinta. “Apa kerok itu?”, kata mereka. Lalu saya
pun sedikit menceritakan tentang kerok-mengkerok ala Indonesia. Mulai
dari sejarah, fungsi dan tata caranya.
“Ya sudah…bagaimana
kalau saya ngerokin kamu?”, kata kawan saya. Akhirnya malam itu saya pun
dikeroki setelah hampir setahun tidak pernah dikeroki. Hanya saja
memang saya harus maklum, cara ngerok-nya tentu berbeda. Lah wong kawan
saya baru sekali itu mengetahui yang namanya ngerokin. Bukannya
menyilang kanan kiri di punggung, kawan saya malah seperti mengecat
pagar rumah saja. Diputar kesana kemari, tidak beraturan bahkan
terkadang seperti gaya orang menyapu halaman rumah.
Ya… namanya saja pengalaman hidup.
_____00000_____
Coba bayangkan!
Dalam perjalanan
pulang,mobil yang kami naiki adalah sebuah jeep Toyota mini. Di depan
tiga orang, sopir dan kedua saudarinya. Sementara di belakang ada enam
orang, tiga orang saling berhadapan. Di tengah-tengah kami tertumpuk dua
karung gandum dan beberapa barang lainnya. Namun yang membuat
perjalanan pulang itu tidak akan terlupakan adalah seekor kambing yang
juga berada di antara kami.He…hee… Kami diberi pilihan oleh orang-orang
Badui di sana ; ingin diantar pulang melalui jalur berangkat yang hanya
lima jam ataukah ikut menumpang sebuah mobil dari kampung sebelah namun
perjalanan ditempuh selama delapan jam? Jika ingin diantar pulang
berarti harus menanti pekan depan. Namun, jika ingin menumpang mobil
kampung sebelah,pagi-pagi besok langsung berangkat. Menunggu sepekan
lagi? Hii…jangan lah!
Kami pun memilih untuk
kembali besok paginya dengan menumpang mobil dari orang kampung
sebelah.Akan tetapi seperti itulah keadaannya! Setelah tiga jam lebih
melintasi jalan berbatu dan berpasir akhirnya kami pun sampai juga di
jalan beraspal. Rasanya baru saja melihat dunia bebas ketika aspal itu
dengan halusnya menjadi tempat roda mobil kami berputar.
Alhamdulillah…
Apalagi beberapa waktu
kemudian sinyal hape menjadi aktif lagi. Alhamdulillah setelah delapan
jam perjalanan, sampailah kami ke Pondok Dzamar dengan selamat. Sambil
membawa banyak kenangan yang sulit terlupakan. Rute yang kami ambil
ketika pulang berbeda dengan rute saat berangkat. Beberapa kota kami
lewati. Hitung-hitungsambil memperbanyak wawasan tentang travelling di
Yaman. Namun, semua itu tetap berada di dalam jeep mini bersama kambing
berwarna hitam itu.
_____00000_____
Dua puluh tiga hari
bukanlah waktu yang sebentar. Ada banyak pelajaran hidup yang berharga
bagi saya. Selama di sana, saya belajar arti sebuah kesederhanaan,
perjuangan, kesetiakawanan, kesabaran, kedermawanan, keberanian juga
makna ilmu. Betapa ilmu agama ini sangat dibutuhkan dan diharapkan.
Sekian banyak orang
merasakan haus dan lapar secara ruhani. Mereka sangat membutuhkan ilmu.
Hal ini sekaligus pelecut semangat untuk terus belajar, ternyata ilmu
yang telah dipelajari masih belum seberapa jika dibandingkan dengan
kebutuhan masyarakat.
Dua puluh tiga hari
selama di kampung Badui Ma’rib telah mengajarkan banyak hal untuk saya!
Di hari-hari terakhir,saya pun telah menemukan jalan Cinta…Sebuah jalan
yang akan saya tuangkan dalam sebuah surat Cinta untuk istri di
Indonesia.Surat itu saya beri judul JALAN CINTA…
Surat itu berisi
tentang sekilas perjuangan saya untuk meraih cinta sampai Allah
mencurahkan sekian banyak kenikmatan untuk saya…Kenikmatan yang masih
terlalu kecil rasa syukur yang saya berikan. Seorang istri shalehah,
seorang putri yang mungil, dua keponakan yang shalihah, beribadah haji,
berthalabul ilmi dan tentunya kesempatan berbakti kepada orang tua.
Surat itu pun berisi
tentang cita-cita saya ke depan nanti. Sebuah jalan Cinta sedang saya
rajut. Dan Allah tentu amat mudah untuk mengabulkannya. Ya, surat itu
pun berisi tentang tekad saya untuk meninggal dunia dalam keadaan
bersujud di depan Ka’bah ataukah menghembuskan nafas dengan senyum
terakhir karena meninggal di medan Jihad…
JALAN CINTA akan saya kirimkan untuk istri di Solo pada tanggal 29 November
2013 nanti, insya Allah… Hari tepat setahun saya meninggalkan Indonesia.
_abu nasiim mukhtar “iben” rifai_Helga La Firlaz_Yemen_20 November
2013_22.05 malam_
http://www.ibnutaimiyah.org/category/kisah/
Dauroh Bantaeng Sul-Sel 16 Rabi’uts Tsani1435H/16 Februari 2014 M
AUDIO “Menjaga Ukhuwah dan Persatuan di Bawah Amar Ma’ruf Nahi Munkar”
Berikut Rekaman Kajian Ilmiyah Bersama Al Ustadz Abu Qanitah Abdurrahim Pangkep yang di adakan pada Hari Ahad 16 Rabi’uts Tsani1435H/16 Februari 2014 M
1.Ba’da Isya Download di >>
http://bit.ly/1jwhFrs
2.Tanya Jawab Download Ba’da Isya>>
http://bit.ly/1jwhEE2
3.Ba’da Shubuh Download di>>
http://bit.ly/1jwhFIc
4.Tanya Jawab Ba’da Shubuh>>
http://bit.ly/1jwhEE2
Diposting oleh Abu Ayyub di 05.35
0 komentar Label: Dauroh, DOWNLOAD KAJIAN, NASIHAT
Artikel Terkait
Oleh-oleh Umroh Asatidzah 1435H
BIMBINGAN ULAMA AHLUSSUNNAH TERHADAP TAHDZIR SYAIKH RABI’ BIN HADI AL MADKHALI
ATAS DZULQARNAIN BIN SUNUSI AL MAKASSARY
A. Al Ustadz Qamar hafizhahullah: (Pertemuan dengan Syaikh Hani’ bin Buraik hafizhahullah)
- Audio bisa di download disini
B. Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad As Sarbini
hafizhahullah: (Kronologis Pertemuan dengan para Masyaikh dan Menjawab
Syubhat Khidir Al Makasari)
- Audio bisa di download disini
C. Al Ustadz Abdurrahim Pangkep hafizhahullah: (Hasil
Pertemuan dengan para Masyaikh, Menjawab Syubhat Khidir Al Makasari,
Persaksian Tala’ubnya Dzulqarnain dan pernyataan rujuk & taubat beliau)
- Audio bisa di download disini
D. Al Ustadz Qamar Suaidi hafizhahullah: (Penajaman
kronologis pertemuan dengan Syaikh Hani’ dan tanggapan terkait
telekonferensi beliau dengan Dzulqarnain Al Makasari di AMWA) :
- Audio bisa di download disini
E. Al Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah:
(Kronologis pertemuan dengan masing-masing masyaikh serta sikap akhir
masing-masing ulama tersebut terhadap Dzulqarnain hadahullah)
- Audio bisa di download disini: Sesi Pertama dan Sesi Kedua
F.Al Ustadz Abu Muawiyah Asykari Hakekat Perselisihan dan
Kesimpulan Tahdzir asy Syaikh Rabi’ terhadap Dzulqarnain bin Sunusi al
Makassary Download di Sini
Mudah-mudahan Bermanfaat.
Diposting oleh Abu Ayyub di 05.32
0 komentar Label: hizbiyah, MANHAJ, Oleh-oleh Umroh
Artikel Terkait
Senin, 17 Februari 2014
Audio “Keberanian Untuk Ruju pada Kebenaran”
Berikut Rekaman Kajian Ilmiyah Bersama Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini Hafizhahulloh di dalamnya terdapat beberapa penjelasan terkait masalah manhajiyyah dan juga Faidah Umrah Asatidzah Hafizhahumulloh,
Berikut Link Downloadnya-Download di Sini
Diposting oleh Abu Ayyub di 05.53
0 komentar Label: DOWNLOAD KAJIAN, fatwa, MANHAJ, NASIHAT
Artikel Terkait
dauroh cirebon 16 feb 2014
Berikut Ini Rekaman Kajian Ilmiyah yang di adakan pada Hari Ahad 16 Rabi’uts Tsani 1435H/16 Februari 2014M
Masjid Abu Bakar ash Shidiq Ma’had Dhiyaus Sunnah Cirebon
(Sesi Satu) Bahaya Bermanhaj Tanpa Bimbingan Para Ulama
(Sesi Tiga) Sesi Tanya Jawab
Diposting oleh Abu Ayyub di 05.51
0 komentar Label: AQIDAH, Dauroh, DOWNLOAD KAJIAN, MANHAJ
Artikel Terkait
Minggu, 16 Februari 2014
aqidah syirik kaum syiah
Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal
Mentauhidkan Allah Subhanahu wata’ala dalam beribadah adalah inti ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul. Setiap nabi yang diutus Allah Subhanahu wata’ala mendapat perintah dari Allah Subhanahu wata’ala agar menyerukan dakwah tauhid kepada umatnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja)
dan jauhilah thaghut itu.” (an- Nahl: 36)Firman-Nya,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul
pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada
Rabb (yang berhak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku.” (al-Anbiya: 25)Tauhid adalah syarat diterimanya ibadah, sebagaimana firman-Nya,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini
hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa
sesungguhnya Rabbmu itu adalah Rabb Yang Esa.’ Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)Tauhid adalah fondasi keselamatan hidup. Tidak akan selamat seorang yang menyekutukan Allah k dalam beribadah kepada-Nya. Seorang hamba yang mati dalam keadaan tidak bertobat dari perbuatan syirik yang dilakukannya, ia tidak akan mendapat ampunan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ
أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki- Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh
ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisa’: 48)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ
أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang
selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.” (an-Nisa’: 116)
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka.” (al-Maidah: 72)Namun, berbeda halnya dengan agama Syiah. Ayat-ayat yang menjelaskan perintah untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala dan tidak menyekutukan dalam beribadah kepada-Nya, mereka palingkan maknanya dan membawanya kepada makna ke-imamah-an. Menurut mereka, meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai penerus kepemimpinan setelah Rasulullah n adalah prinsip utama yang harus diyakini. Sebagai contoh, firman Alah Subhanahu wata’ala,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ
وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Jika kamu
mempersekutukan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi.” (az-Zumar: 65)Disebutkan dalam kitab paling sahih menurut kalangan Syiah, al-Kafi, dan kitab mereka lainnya, menjelaskan tafsir dari ayat ini sebagai berikut. “Jika engkau menyekutukan selainnya (selain Ali, -pen.) dalam kepemimpinan”, pada lafadz yang lain, ”Jika engkau memerintahkan kepemimpinan seseorang bersama kepemimpinan Ali setelahmu, niscaya terhapus amalanmu.” (Ushul al-Kafi, 427/1, Tafsir al-Qummi, 251/2)
Penulis kitab al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an juga menyebutkan empat riwayat yang menafsirkan ayat tersebut dengan yang semakna dengan tafsir ini. (al-Burhan, 4/83; Ushul Madzhab Syiah, 427)
Contoh lain, firman Allah Subhanahu wata’ala,
أَإِلَٰهٌ مَّعَ اللَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.” (an-Naml: 61)Ayat ini sangat jelas menunjukkan pengingkaran Allah Subhanahu wata’ala terhadap kaum musyrikin yang berbuat syirik dalam beribadah kepada-Nya. Namun, disebutkan dalam tafsir ayat ini, dari Abu Abdillah berkata, “Yang dimaksud adalah Imam hidayah dan imam sesat pada satu masa.” (Biharul Anwar, 23/391; Ushul Madzhab Syiah, 431)
Masih banyak lagi model penafsiran kaum Syiah yang seperti ini. Jadi, adalah hal yang wajar jika agama Syiah tidak bisa membedakan antara tauhid dan syirik, antara amalan yang saleh dan amalan yang batil karena metode penafsiran kaum Syiah yang sangat menyimpang dari kebenaran.
Para Imam sebagai Perantara Seorang Hamba dengan Rabbnya
Dalam agama Islam, ibadah dilakukan langsung kepada Allah Subhanahu wata’ala tanpa melalui perantara. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah
mereka beriman kepada- Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (al-Baqarah: 186)
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah- Ku akan masuk neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)Barang siapa menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dia dan Allah k, dia memohon dan meminta kepada mereka, sungguh dia telah kafir berdasarkan kesepakatan para ulama. Hal itu seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin, sebagaimana yang disebut dalam firman-Nya,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekatdekatnya.” (az-Zumar: 3)Berbeda halnya dengan agama Syiah, berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala melalui perantara para imam adalah sebuah kewajiban. Mereka berkata tentang imam-imam mereka, “Barang siapa berdoa kepada Allah melalui kami maka dia beruntung, dan siapa yang berdoa tanpa melalui kami maka dia binasa.” (Biharul Anwar, 23/103, Wasail asy-Syiah, 4/1142)
Bahkan , mereka berkata , “Sesungguhnya doa para nabi itu terkabulkan dengan cara bertawassul dan meminta syafaat mereka (para imam,m -pen.).” (Ini adalah judul salah satu bab dalam kitab Biharul Anwar, 26/319)
Mereka juga menyebutkan bahwa tatkala Allah k menempatkan Nabi Adam ‘Alaihissalam di dalam surga, ditampakkan di hadapannya permisalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ali, Hasan, dan Husain, maka Adam melihat mereka dengan pandangan hasad. Lalu diperlihatkan kepadanya wilayah (kepemimpinan para imam Syiah, -pen.) dan Adam ‘Alaihissalam mengingkarinya sehingga ia pun dilempar dari surga dengan dedaunannya. Tatkala ia telah bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala dari penyakit hasadnya dan mengakui wilayah para imam, serta berdoa dengan bertawassul dengan kedudukan lima hamba: Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain, maka Allah Subhanahu wata’ala pun mengampuninya. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya,
فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa
kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 37)Beristighatsah Kepada Para Imam
Agama Syiah menjelaskan tentang keutamaan dan tugas setiap imam mereka, “Adapun Ali bin al-Husain, itu untuk keselamatan dari para penguasa dan bisikan setan. Adapun Muhammad bin Ali dan Ja’far bin Muhammad, itu untuk akhirat dan apa yang dicari berupa ketaatan kepada Allah k. Adapun Musa bin Ja’far, mintalah darinya kesehatan dari Allah Subhanahu wata’ala. Adapun Ali bin Musa mintalah darinya keselamatan, baik di darat maupun di lautan. Adapun Muhammad bin Ali, mintalah rezeki dari Allah Subhanahu wata’ala melalui dia. Adapun Ali bin Muhammad, untuk amalan-amalan sunnah, berbuat baik kepada sesama saudara dan apa yang dituntut berupa ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Adapun Hasan bin Ali, itu untuk akhirat. Adapun pemilik zaman (Imam Mahdi, -pen.), jika pedang telah sampai ke sembelihannya maka mintalah tolong kepadanya, ia akan segera menolongmu.” (Biharul Anwar, 33/94)
Padahal Islam mengajarkan kita untuk meminta pertolongan untuk meraih sebuah manfaat atau menolak kemudaratan hanyalah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Yang menguasai hari pembalasan.” (al-Fatihah: 4)Demikian pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Ziarah Kubur Para Imam dan Keutamaannya Menurut Syiah Benar apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Orang-orang yang tepercaya telah memberitakan kepadaku, di antara kaum Syiah ada yang berpandangan bahwa berhaji ke kuburan yang dimuliakan itu lebih utama daripada berhaji ke Baitul ‘Atiq (Ka’bah). Mereka memandang bahwa menyekutukan Allah k lebih mulia daripada beribadah hanya kepada Allah k semata. Ini adalah perkara terbesar dalam beriman kepada thagut.” (Minhajus Sunnah, 2/124)
Benar apa yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Hal ini dibuktikan oleh riwayat-riwayat yang disebutkan dalam kitab-kitab kaum Syiah yang berlebihlebihan dalam hal memuliakan kuburan. Disebutkan dalam kitab al-Kafi bahwa berziarah ke kuburan Husain menyamai haji dua puluh kali dan lebih utama dari dua puluh kali haji dan umrah.” (Furu’ al-Kafi, 1/324)
Tatkala salah seorang Syiah berkata kepada imamnya, “Sesungguhnya aku telah berhaji sembilan belas kali dan umrah sembilan belas kali.” Imamnya menjawab seakan-akan mengejek, “Berhajilah sekali lagi dan umrahlah sekali lagi, dan itu semua akan dicatat bagimu sama dengan berziarah ke kuburan al- Husain.” (Wasail asy-Syiah, 10/348, Biharul Anwar, 38/101, Ushul Madzhab asy-Syiah, 454)
Bahkan, mereka juga meriwayatkan, “Barang siapa mendatangi kuburan Husain dalam keadaan dia mengetahui haknya, maka keutamaannya seperti orang yang berhaji bersama Rasulullah n seratus kali.” (Tsawabul A’mal, 52, Wasail asy-Syiah, 10/350. Ushul Madzhabi Syiah, 455)
Lebih dari itu, mereka menganggap bahwa berziarah ke kuburan Husain pada hari Arafah lebih utama daripada amalan haji berlipat-lipat kali. Mereka meriwayatkan, “Barang siapa mendatanginya (kuburan Husain, -pen.) pada hari Arafah dalam keadaan dia mengetahui haknya, maka Allah Subhanahu wata’ala mencatat baginya seribu kali haji, seribu kali umrah mabrur yang diterima, dan seribu kali berperang bersama nabi yang diutus atau imam yang adil.” (Furu’ al-Kafi, al-Kulaini, 1/324, Man La Yahdhuruhul Faqih, Ibnu Babawaih al- Qummi, 1/182)
Mereka juga meriwayatkan dari Ja’far ash-Shadiq bahwa ia berkata, “Seandainya aku beritakan kepada kalian keutamaan ziarah ke kuburannya dan keutamaan kuburannya, niscaya kalian meninggalkan amalan haji. Tidak seorang pun dari kalian yang akan menunaikan haji. Celaka engkau, tidakkah engkau tahu bahwa Allah k telah menjadikan tanah Karbala sebagai tanah haram yang aman dan penuh berkah sebelum Makkah dijadikan sebagai tanah haram?!” (Biharul Anwar, 33/101)
Shalat di Kuburan
Bahkan, tingkat kesyirikan yang mereka lakukan hingga menyebutkan keutamaan shalat di sisi kuburan imam mereka. Di antara riwayat yang mereka sebutkan, “Shalat di tanah haram kuburan Husain bagimu, pada setiap rakaat yang kamu lakukan mendapatkan pahala di sisi-Nya seperti pahala seribu kali haji, seribu kali umrah, membebaskan seribu budak, dan seakan-akan dia berwakaf di jalan Allah Subhanahu wata’ala sejuta kali bersama nabi yang diutus.” (al-Wafi, 8/234; Ushul Madzhab Syiah, hlm. 469)
Bagaimana mungkin Islam membenarkan hal ini padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya shalat di pekuburan dan shalat menghadapnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Jangan kalian shalat menghadap kuburan dan jangan kalian duduk di atasnya.” (HR. Muslim no. 972, dari Abu Martsad al-Ghanawi radhiyallahu ‘anhu)Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Permukaan bumi seluruhnya adalah
tempat shalat kecuali pekuburan dan kamar mandi.” (HR. at-Tirmidzi no.
317, Ibnu Majah no. 745, dan yang lainnya, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu) Wallahul muwaffiq.Sumber :asysyariah.com
Valentine Day
14 Februari, adalah tanggal yang telah lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day
ini, konon adalah momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang
kepada “pasangan”-nya masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat,
permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun
turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana
akar sejarah perayaan ini bermula.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ
نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi
Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang
mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam
keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali
dia termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali
kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.
Telah lama,
tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak
pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid
(membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang
(Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal
perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya
seorang muslim menyikapinya.
Asal Muasal
Perayaan
ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah
berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih
dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus
–pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga
serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa
Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap
tahun dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah
menyembelih seekor anjing dan kambing betina, lalu dilumurkan darahnya
kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian keduanya mencuci darah
itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai besar dengan kedua pemuda
tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua potong kulit yang mereka
gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka jumpai. Para wanita
Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang hati, karena
meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan melahirkan
dengan mudah.
Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma
ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat
terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk
mengenangnya.
Ketika
bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih
Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada
sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai
martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan
perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.
Di antara
aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang
memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada
talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin
menikah untuk mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan
menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di kertas (yang
diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku
masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka
mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.
Para
pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya
sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun
dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan
kembali.
Versi II:
Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang
disebut hari raya Lupercalia1. Ini adalah hari raya yang sama seperti
pada kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban
bagi sesembahan mereka selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka
meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan
dan menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.
Ketika
bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa
pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan
menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St.
Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara
diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum
kemudian dia dihukum mati.
Versi III:
Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah
penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama
Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun
Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya
pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.
Ketika
bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis
Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari terbunuhnya
Valentine untuk mengenangnya.
Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang
1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2. Saling
memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi
paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala.
3.
Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya
terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur
dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi
paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan
ketinggian yang besar.
4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5. Di
banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan
begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.
Beberapa
versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St.
Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal. Terlebih
lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin
yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka
hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang
datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1. Asalnya
adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk
mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ
وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ, بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ
الشَّاكِرِينَ
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu,
maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ’alaihissalam:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal
mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah
dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang
muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan para rasul-Nya.
Pada satu
versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus pendiri
kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran.
Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan
fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat
Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan
itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan
mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah
terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan
mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala
tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu
kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di
antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba
betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah
itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan
menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4.
Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga
dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya
dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga
pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang
mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan
perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah
Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap
sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka
dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang
ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan
terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa
hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?
5. Para
pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan
akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan
ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan
tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila
pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib
bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum
merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk
mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut
merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian
kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga
mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah
saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin.
Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam
Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul
Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat
hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya n.
Berdasarkan
hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang
diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama,
menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2.
Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai)
bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka,
padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika
seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang
termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka
ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang
muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala
ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat
yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ
تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ
وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ
آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ
الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?
Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh
(menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah
Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal
pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga
hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah
dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada
sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
3. Tujuan
perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang
di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang
beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang
kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak
mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya
hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu
memerangi kaum muslimin. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لَا تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap
kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan
yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih
sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum
Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan.
Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama
Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan
pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena
keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal
ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai)
orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang
muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita
yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.
2. Tidak
membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan
hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya,
atau meminjaminya.
3. Tidak
membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib
mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang
kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini,
kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik)
bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu
ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk
membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang
diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya
mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
4. Tidak
memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah
hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat
Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
1 Adalah
upacara ritual kesuburan yang dipersembahkan kepada Lupercus (dewa
kesuburan, dewa padang rumput, dan pelindung ternak) dan Faunus (dewa
alam dan pemberi wahyu). Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah
pimpinan Paus Gelasius I mengubah ritual tersebut menjadi perayaan
purifikasi (penyucian diri). Dua tahun kemudian, Paus Gelasius I
mengubah tanggal perayaan, dari tanggal 15 menjadi 14 Februari. (red)
Sumber : asysyariah.com
29- prinsip ahlussunnah
01. Tausiyah Shubuh – Ust. Qomar
02. Khutbah Jum'at – Ust. Luqman
03. Sifat-sifat Istri Shalihah – Ust. Qomar
04. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
05. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Luqman
06. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
07. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Luqman
08. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
09. Taushiyah Ba'da Shubuh – Ust. Luqman
Sumber: DammajHabibah•Net
02. Khutbah Jum'at – Ust. Luqman
03. Sifat-sifat Istri Shalihah – Ust. Qomar
04. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
05. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Luqman
06. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
07. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Luqman
08. Ushulus Sunnah Imam Ahmad – Ust. Qomar
09. Taushiyah Ba'da Shubuh – Ust. Luqman
Sumber: DammajHabibah•Net
Dauroh Ilmiah, Slipi-Jakarta Barat
Bismillah, berikut ini link download :
1. Dauroh Ilmiah, Slipi-Jakarta Barat (12 Mei 2013) oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary :
Inilah Dakwah Salafiyah
2. Dauroh Purwokerto (11 Mei 2013) oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi:
Agar Anak Tidak Masuk Neraka Sesi 01
Agar Anak Tidak Masuk Neraka Sesi 02
Agar Anak Tidak Masuk Neraka Sesi Tanya Jawab
3. Dauroh Malaysia (1-5 Mei 2013) oleh Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaim:
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 01
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 02
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 03
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 04
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 05
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 06
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 07
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 08
Ushulus Sunnah Imam Al-Humaidi Sesi 09
Meraih Husnul Khatimah Bukan Suul khatimah
Nasehat Untuk Akhwat – Surah Al-Asr
Semoga Bermanfaat, Baarokallaahu fiikum.
Kamis, 13 Februari 2014
Pelangi di Kampung Laut
(Catatan Kecil Perjalanan ke Kampung Laut )
.
Sinar surya pagi berusaha menyapa kami,
yang telah dua malam ini berteduh bersama ketenangan di kompleks pondok
pesantren An Nuur Al Atsary. Kelembutan sinarnya tersaput mendung yang
menggelayut di langit Banjarsari, Ciamis. Sementara itu, ayam Pelung
jantan yang telah bangun semenjak fajar menyingsing, berulang kali
berkokok dari arah kediaman Ustadz Khotib Muwahid, seolah mengajak kami
untuk segera berbenah dan memulai aktifitas.
Sisa-sisa air hujan semalam masih
berbekas di pelataran dan jalanan sekitar pondok, mencoba melekatkan
tanah liat di alas kakiku bagai salam hangat perkenalan… Sembari
mengayun kaki, terasa udara segar mulai berebut menyeruak masuk ke bilik
paru-paru bersama hirupan nafas. Tentu saja, alam pedesaan ini akan
membuat rindu dan iri sebagian orang kota.
Pondok pesantren yang sederhana, begitu
kesan pertama yang tertanam di benakku. Bagaimana tidak? Bayangkan saja,
sebagian ruangan untuk “aktipitas” santri adalah bekas kandang ayam
yang dialihfungsikan. Pun dinding ruangan pondok sebagian didominasi
anyaman bambu dan tiang-tiang kayu, dan lantai dari bilah-bilah papan
yang diatur berjajar.
Namun begitu, genderang dakwah yang
ditabuh dari pondok pesantren ini, getarannya terasa hingga pucuk gunung
dan tepian laut di kawasan Ciamis dan Cilacap. Subhanalloh… Tentu semua
ini atas pertolongan Alloh dan kehendakNya.
***
Beberapa
kali terdengar panitia mengingatkan untuk segera bersiap, karena
rombongan yang hendak ke Kampung Laut akan berangkat pukul enam pagi.
Butuh waktu sekira satu jam perjalanan darat untuk sampai ke pelabuhan
Majingklak, dan satu jam perjalanan lagi menyusuri Segara Anakan menuju
Ujungalang Cilacap.
Bagai di negeri Nyiur Hijau !
Gumamku dalam hati. Dari pondok menuju
Majingklak, nampak pohon kelapa berdiri tak teratur di kiri dan kanan
jalan, apalagi menjelang tiba di muara sungai Citanduy, deretan nyiur
hijau itu makin kerap dan lebat. Buahnyapun nampak ranum dan segar.
Sayang sekali tak nampak satupun penjual kelapa muda yang berjualan di
pinggir jalan. Barangkali di tempat ini, buah kelapa muda bukan
komoditas menguntungkan untuk menambah penghasilan, mungkin lebih
menguntungkan untuk dijual di tempat lain.
Pandanganku sempat terusik oleh
batang-batang kayu dan sampah yang mengambang terbawa arus sungai
Citanduy menuju Segara Anakan. Air sungai kecokelatan bak warna air kopi
bercampur creamer telah menyambut kami setiba di Majingklak. Majingklak
bukanlah pelabuhan yang besar, statusnya pun hanya sekedar pelabuhan
penyeberangan penumpang dan barang dari Ciamis ke Cilacap. Konon
kabarnya dahulu kapal fery sempat beroperasi di tempat ini. Sayang
sekali saat ini sudah tidak lagi, sejak pendangkalan di Segara Anakan
semakin parah. Hingga kini masyarakat di Majingklak masih bergelut
dengan kebutuhan air bersih dan layak untuk dikonsumsi. Sebagian mereka
memilih menyedot air dari Sungai Citanduy, lalu mereka endapkan dengan
melarutkan bongkah-bongkah tawas. Itupun air yang berhasil diendapkan
tak bisa dibilang jernih, namun masih mending dibandingkan mereka harus
mengonsumsi air sungai Citanduy langsung. Sebenarnya mereka bisa
mengambil air bersih dari Pulau Nusakambangan yang kini nampak di
seberang pelabuhan Majingklak. Tentu saja, butuh biaya yang tidak
sedikit untuk bisa mengangkut air bersih dari tempat tersebut sekaligus
resiko kapal kecil mereka oleng saat mengarungi Segara Anakan. Segala
puji bagimu, Yaa Alloh yang telah melimpahkan kenikmatan air bersih yang
berlimpah…
Wallohu a’laam, seorang pejabat desa Pamotan (yang menaungi wilayah Majingklak) mengatakan bahwa ada mata air di bukit yang berjarak sekira 4 kilometer dari pelabuhan Majingklak, dan pihak Perhutani telah memberi ijin pemanfaatannya, sementara pihak desa masih mengalami kesulitan untuk mewujudkan hal tersebut. Semoga ada di kalangan kita Ahlus Sunnah yang Alloh berikan kemampuan untuk bisa menyediakan sarana air bersih, sekaligus bermanfaat sebagai salah satu kunci pintu dakwah Ahlus Sunnah di daerah ini, sebagaimana dahulu dicontohkan sahabat ‘Utsman ibn ‘Affan ketika membeli sumur Roumah dari seorang Yahudi… Semoga hal itu menjadi amalan yang besar dan berbarokah…
***
Satu jam telah berlalu… Kami tiba di
Ujungalang Cilacap, tempat penyelenggaraan muhadhoroh bersama Al Fadhil
Al Ustadz Luqman Ba’abduh. Desa ini merupakan salah satu lahan
Kristenisasi di Kecamatan Kampung Laut selain tiga desa lainnya :
Ujunggagak, Klaces dan Panikel. Bukti nyata bahwa tempat ini adalah
lahan Kristenisasi adalah keberadaan sebuah gereja kecil di dekat
pelabuhan Ujungalang. Pelabuhan Ujungalang bersambung dengan pemukiman
penduduk yang sebagian nampak kurang terawat, meski sebagian besar
bangunan telah permanen. Rumah-rumah penduduk nampak sepi. Kebanyakan
berukuran kecil, dengan pelataran lebih rendah dari jalan kampung,
bahkan sebagian rumah nampak lebih rendah dibandingkan jalan kampung
yang kami lalui. Tembok pagar rumahpun berukuran mungil, hanya setinggi
50 cm dari permukaan jalan. Jalanan sepanjang jalur dari pelabuhan
menuju SDN Ujungalang 1 telah terpaving meski celah antar paving tak
terlalu rapat, sehingga terasa bergelombang bagi pejalan kaki dan
pengguna sepeda motor yang melaluinya.
Subhaanalloh…
Hingga acara berlangsung, sekira 1000 orang hadir di SDN Ujungalang 1
Cilacap. Sambutan dari aparat Pemerintah sangat bagus, bahkan pihak
Kepolisian Republik Indonesia telah mengetahui bahwa penyelenggara
kajian bukanlah kalangan teroris, sehingga mereka pun mudah memberikan
ijin penyelenggaraan. Salah satu pelajaran penting yang saya ambil
adalah : Al Ustadz Luqman Ba’abduh sengaja menampakkan syi’ar, bahwa
salah satu prinsip Ahlus Sunnah adalah ketaatan terhadap Pemerintah,
langsung di hadapan Aparat Pemerintah, Aparat Kepolisian dan masyarakat
umum, tanpa mengorbankan harga diri kita sebagai Ahlus Sunnah.
Sedari tadi nampak seorang laki-laki
berjenggot dan berjubah abu-abu, berdiri tiga meter di samping kiri Al
Ustadz Luqman Ba’abduh, berusaha serius menyimak apa yang disampaikan
ustadz. Kata Fikri, salah seorang pengurus pondok pesantren An Nuur,
lelaki itu seorang mu’alaf. Pak Tohari demikian namanya, dahulu dikenal
sebagai tangan kanan misionaris Kampung Laut dan kini dia telah kembali
kepada Jalan Keselamatan, Al Islam.
Kami masih bertahan di SDN Ujungalang 1
hingga menjelang waktu Dluhur, bersamaan dengan berita bahwa kapal yang
akan membawa kami bersama rombongan Asatidzah menuju Ujunggagak telah
siap.
***
Tiga kapal yang membawa kami bersama
rombongan Asatidzah menuju Ujunggagak terasa cepat mengarungi perairan.
Alhamdulillah kapal yang saya tumpangi menggunakan mesin tempel, tidak
bermesin diesel sebagaimana saat kami berangkat. Nampak beberapa ekor
ikan berlompatan di sekitar jalur kapal, mungkin mereka kaget menyambut
kehadiran kami. Nampak pula sambutan menyenangkan yang terpancar dari
ukiran senyum di wajah Pak Tohari yang duduk di samping Fikri. Beberapa
kali dirinya menyapa beberapa orang nelayan yang sibuk membenahi
jaringnya di sepanjang jalur air menuju Ujunggagak. Pak Tohari dan
adiknya Luqman, keseharian mereka adalah nelayan kecil. Keduanya tinggal
di desa Ujunggagak dan kini rajin mempelajari Diinul Islam dari
asatidzah pondok pesantren An Nuur Al Atsary yang ditugaskan berdakwah
di Kampung Laut.
Kami dan rombongan Asatidzah bergegas
menuju sebuah rumah yang merupakan aset dakwah di Ujunggagak. Nampaknya
Al Ustadz Luqman ingin membahas beberapa hal serius bersama rombongan
Asatidzah, terkhusus Asatidzah pondok pesantren An Nuur Al Atsary
tentang program dakwah di Kampung Laut.
” Doakan saya, Ustadz ! “, kata Ja’far, salah seorang juru mudi kapal pada Ustadz Luqman..Jawab beliau santun, ” Kita sama-sama berdo’a. Antum berdo’a dan ana juga berdo’a “
Jujur saja, saya berusaha mengamati dan
belajar beberapa hal yang saya saksikan langsung dari Ustadzuna Luqman
Ba’abduh. Bukan bentuk ta’asub kepada beliau, namun saya sedang belajar
bagaimana adab dan akhlaq yang beliau praktikkan berdasarkan sunnah
Rosul. Pun saya tatap lekat-lekat, kala beliau memberikan salam kepada
anak-anak kecil di Ujunggagak ketika berjalan menuju kapal. Semoga Alloh
senantiasa menjaga beliau di atas al Haq, dan semoga kita bisa
meneladani Rosululloh…
***
Rombongan tiba di Platar Agung, tempat
dimana sebuah musholla telah dibangun oleh pondok pesantren An Nuur Al
Atsary. Dari lantai dua gardu pandang sederhana di sisi kanan musholla,
kami bisa melihat nun jauh di sana Samudera Hindia. Deburan ombaknya
sedang tak ganas, menghantam sisi-sisi batu karang yang seolah menjadi
tameng. Berbekal teropong salah seorang di antara kami, nampak lebih
dari 20 kapal nelayan sedang menjaring ikan di perairan Samudera.
” Kita ada markas di atas bukit sana. Dari sana kita bisa lihat ke laut “, kata Ustadz Khotib Muwahid..” Ayo kita ke sana “, sambut Ustadz ‘Abdush Shomad bersemangat.
Rencana ke bukit yang dimaksud Ustadz
Khotib terpaksa dibatalkan. Jalanan menuju puncak bukit terlalu curam
dan berbahaya, sementara di bawah bukit tersebut banyak karang-karang
tajam.
Sesuai harapanku semula, akhirnya kami
dan rombongan Asatidzah menuju Pasir Putih. Hanya menyeberang dari
Platar Agung ke sisi utara ujung barat Pulau Nusakambangan, kami tiba di
pantai yang dihiasi batu-batu hijau kecil. Dari tempat ini masih
berjarak sekitar 1 km untuk sampai di pantai Pasir Putih, kami harus
berjalan naik bukit menuju sisi selatan ujung barat Pulau Nusakambangan.
Di kanan kiri jalan setapak nampak tanaman yang tumbuh liar dan
sebagiannya kukenali sebagai tanaman obat, sebagian lagi palawija di
ladang milik petani. Terbersit keherananku, bagaimana bisa para petani
itu bercocok tanam di tempat ini, sementara tak nampak rumah-rumah
penduduk di sekitar sini?
Subhaanalloh… Benar-benar pantai Pasir
Putih yang indah. Butiran pasirnya benar-benar berwarna putih, dihiasi
berbagai kulit kerang yang tersapu ombak menuju tepi pantai. Sementara
itu, jauh di hadapan kami nampak karang-karang hitam tegar menghadapi hantaman ombak samudera.
Di tempat ini, saya kembali mengamati
dan belajar langsung dari Ustadzuna Luqman Ba’abduh. Bagaimana adab
beliau ketika bercanda dan bermain, bahkan ketika meludah. Semoga Alloh
senantiasa menjaga beliau di atas al Haq, dan semoga kita bisa
meneladani Rosululloh…
Senja telah menjelang… Saat-saat penuh
godaan bagi para nelayan. Saat dimana ikan-ikan keluar dari
persembunyiannya. Kami pun bergegas kembali ke Majingklak.
ditulis oleh : Admin
http://www.ibnutaimiyah.org/category/kisah/