Jumat, 21 Februari 2014

Dua Puluh Tiga Hari di Lembah Saba’

Jika ingin bepergian ke sebuah tempat, barangkali pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah, “Apakah ada sinyal di sana?”. Dengan demikian kita bisa menyesuaikan dengan kondisi daerah tersebut. Untuk zaman sekarang, komunikasi telah menjadi sebuah kebutuhan primer. Sebab, salah komunikasi hanya akan berakhir dengan kepiluan.
Pengalaman semacam ini saya rasakan beberapa waktu yang lalu. Bertugas selama 23 hari di pedalaman Badui daerah Ma’rib, telah membuat saya putus komunikasi dengan dunia luar. Bagaimana tidak putus, operator dari kartu hape yang saya gunakan belum membangun fasilitas pemancar di daerah sana. Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya.
ma'rib
ma’rib
Padahal…kemanapun pergi, saya selalu aktif berkomunikasi dengan istri dan ibunda. Lalu apa yang harus dilakukan? Akhirnya saya memberanikan diri untuk meminjam alat komunikasi dari penduduk setempat yang berbasis CDMA milik pemerintah. Itu pun belum cukup sampai di situ! Untuk memperoleh sinyal aktif, saya harus mendaki sebuah bukit di belakang desa. Di atas bukit itu pun seringkali sinyal putus-putus. Sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan.
_____00000_____
Menjelang Dzuhur pintu kamar saya diketuk orang dari luar. Sambil memanggil-manggil nama saya, orang itu terus mengetuk pintu kamar. Ada rasa malas yang mengiringi langkah kaki untuk membuka pintu karena gaya mengetuknyayang kurang pas di hati.
“Ah…Muhammad! Apa kabar? Ayo masuk ke dalam!”, saya berseru setelah mengetahui siapa yang datang bertamu.Muhammad adalah seorang kenalan yang berasal dari pedalaman Ma’rib,orang Badui.Ketika musim libur setelah Idul Fitri,beberapa orang dari kampungnya –termasuk dia- datang belajar ke Pondok Dzamar. Saat itu saya beberapa kali diundang makan malam oleh mereka.
Muhammad hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Katanya, “Ndak…Kamu siap-siap saja. Sebentar lagi kita akan berangkat!”.
“Kemana?”, tanyaku.
Ia menjawab, “Kamu akan kami ajak ke kampung kami di Ma’rib selama sebulan”.
Sebulan? Hiiii…siapa yang mau meninggalkan kegiatan di Pondok selama sebulan.Bagaimana dengan pelajaran-pelajaran? Bagaimana dengan setorang hafalan Al Qur’an? Bagaimana dan bagaimana?
“Ah…jangan bercanda lah! Masak sebulan? Kalau dua minggu mungkin saya masih bisa pikir-pikir. Kalau sebulan, saya tidak mau”, jawabku.
Kata Muhammad, “Kalau kamu tidak percaya,sana kamu temui Syaikh Utsman di Perpustakaannya. Kami sudah menyampaikan rencana ini kepada beliau dan beliau pun setuju”.
Akhirnya saya bergegas turun ke lantai dua, Perpustakaan Syaikh Utsman berada. Dan memang benar kata Muhammad, Syaikh Utsman menugaskan kami untuk tinggal di sana selama dua puluh lima hari. Awalnya saya berusaha untuk menawar hanya dua minggu saja. Sebab, sejak semula Syaikh Utsman menentukan waktu sebulan untuk kami. Namun akhirnya beliau memberi kelonggaran untuk kami selama dua puluh lima hari saja.
Malamnya selepas Isya’ adalah momen manis yang akan sulit terlupakan. Tidak biasanya di malam hari Syaikh Utsman naik ke lantai tiga, ke asrama santri-santri Dzamar. Ternyata beliau sengaja mencari saya. Indah dan hangat sekali ketika tangan beliau yang halus menggenggam tangan saya sambil menggandeng menuju salah satu sudut di lantai tiga.
“Sebenarnya saya tidak sampai hati menugaskan kamu ke kampung Badui. Namun bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah. Sebab, apa yang akan engkau lakukan di sana adalah bagian dari dakwah juga”, pesan Syaikh dalam nasehat beliau.
Syaikh melanjutkan,”Saya telah menitipkan sejumlah uang dan buku di toko depan sana. Besok uang itu kamu ambil dan simpan di dalam sakumu untuk membeli keperluanmu selama di sana. Adapun buku-buku itu, kamu bagi-bagikan untuk orang-orang di sana”.
Alhamdulillah… Saya mencintaimu, wahai Syaikh Utsman, karena Allah. Segala syukur dan puji hanya untuk Allah yang telah mengabulkan cita-cita saya untuk duduk bersimpuh belajar di hadapan Syaikh Utsman. Banyak hal yang telah saya pelajari dari beliau, terutama ilmu Mengendapkan Rasa.
Sungguh, Syaikh Utsman selalu menghiasi waktunya dengan senyum terkembang. Beliau mengajarkan secara nyata bagaimanakah rasa kasih dan sayang harus ditunjukkan kepada orang lain. Mudah memaafkan pun sangat terlihat dari keseharian beliau. Rasa-rasanya mesti ada tulisan khusus tentang Syaikh Utsman dalam hal ilmu Mengendapkan Rasa.Hafidzahullah ta’ala.
_____00000_____
Pagi-pagi benar kami berangkat. Tim kami terdiri dari tiga orang. Seorang kawan dari Yaman, seorang lagi dari Somalia Land dan saya sendiri. Tim penjemput terdiri dari delapan orang yang dipimpin oleh seorang polisi yang bertugas sebagai Mudir Amn Manthiqah (semacam Kapolsek) di daerah tersebut. Mobil yang digunakan pun mobil dinas polisi tersebut. Berwarna putih biru muda dan bertipe bak belakang.
ma'rib
ma’rib
Perjalanan menuju lokasi ternyata amat sangat melelahkan. Lima jam lebih sedikit waktu yang kami perlukan untuk tiba di lokasi. Bayangkan saja! Jalan beraspal yang kami lewati hanya kurang lebih sepuluh kilo meter. Sesampainya di batas kota tidak ada lagi aspal yang menemani. Semuanya adalah tanah berbatu, kerikil dan terkadang pasir lembah seperti pasir di pantai Srawu Pacitan.
Empat jam lebih rute perjalanan kami tempuh dalam relief-relief alam yang sangat menakjubkan. Saya membayangkan sedang berada di celah-celah sempit Grand Canyon. Kanan kiri kami adalah gunung-gunung batu terjal dan berwarna hitam. Ngarai-ngarai kami lewati. Hanya pohon dan tetumbuhan berduri yang sesekali kami lewati. Selebihnya adalah hamparan batu, pasir dan jurang-jurang kecil.
Sering juga mobil kami menerobos aliran sungai kecil. Kolam-kolam bening yang berada di bawah tebing-tebing itu adalah sisa-sisa dari Sail (banjir di musim penghujan) yang terjadi hanya beberapa kali saja dalam setahun. Ikan-ikan terlihat asik bergerombol. Ada yang kecil bahkan ada yang sebesar tangan. Sebuah pemandangan yang tidak bisa ditemui di setiap tempat di Yaman.
Subhaanallah! Ono Kinjeng…Ya, seumur-umur di Yaman, baru kali ini saya menyaksikan capung. Ada juga katak-katak kecil. Berbagai macam burung khas Timur Tengah juga turut memeriahkan suasana perjalanan. Sesekali kami berpapasan dengan rombongan unta yang sedang digembalakan oleh orang-orang Badui. Dalam suasana semacam itu, kedua tangan harus berpegang erat dengan sisi-sisi mobil karena kami duduk bersama di bak belakang.T entunya dibumbui candaan antara kami. Sungguh sebuah adventure!!!
“Lembah ini…Ngarai-ngarai ini…Sungai-sungai ini…semuanya adalah bagian dari Lembah Saba’ yang airnya mengalir sampai ke Bendungan Saba’. Jika musim penghujan tiba, masing-masing orang akan berdiam di kampungnya sebab tidak ada jalur transportasi yang bisa dipakai”, jelas salah seorang dari mereka.
Sungguh menakjubkan!
ma'rib
ma’rib
Kami melintasi ngarai-ngarai dan lembah yang mungkin lebarnya hanya lima puluh meter atau lebih sedikit. Kami seakan berada di antara jepitan-jepitan gunung batu yang curam. Perjalanan ini akan saya abadikan selalu dalam ingatan, insya Allah. Perjalanan menuju sebuah kampung Badui.
_____00000_____
Tugas yang diembankan Syaikh Utsman untuk kami sebenarnya tidak mudah. Saya terpilih dalam anggota Tim bukan karena kemampuan dan keahlian. Saya terpilih karena ketika musim liburan tiba dan beberapa orang dari Kampung Badui tersebut datang ke Pondok Dzamar untuk belajar, saya akrab dan kenal dekat dengan mereka. Ya, saya terpilih dalam Tim tersebut karena sudah dianggap dekat dan akrab. Mudah bergaul, kata mereka.
Mengadakan Pesantren Kilat untuk anak-anak sekolah adalah salah satu tugas kami. Ada empat puluh lima anak lebih yang akhirnya aktif di dalam kegiatan yang kami adakan. Selepas shalat Ashar hingga menjelang Maghrib, anak-anak itu kami kumpulkan di sebuah masjid Jami’. Masing-masing menyetorkan hafalannya dan sesekali kami memberikan sedikit materi tentang aqidah, fiqih dan doa-doa.
Di kampung tersebut ada tiga buah masjid dan kami pun sepakat untuk membagi diri. Masing-masing kami bertugas untuk menjadi imam shalat lima waktu di ketiga masjid tersebut. Selepas shalat Dzuhur kami juga memberikan sebuah kultum untuk para jama’ah. Malamnya di antara Maghrib dan Isya’, kami menyampaikan pelajaran. Saya sendiri memilih untuk membacakan kitab sejarah karya Ibnu Katsir yang berjudul Al Fushul fii Siiratir Rasuul. Kenapa saya memilih sirah? He…he…sirah itu hanya membacakan dengan sedikit menyesuaikan intonasi dan mimic. Jadi tidak perlu banyak-banyak menjelaskan karena keterbatasan saya dalam berbahasa Arab.
Terkadang kami kebagian tugas untuk khutbah Jum’at dan muhadharah di beberapa desa tetangga. Walaupun tugas ini tidak sesuai dengan kemampuan saya,namun banyak sekali manfaat dan pelajaran-pelajaran hidup yang terpatri di dalam hati selama dua puluh tiga hari di sana. Alhamdulillah ‘ala kulli haal.
_____00000_____
Nama desa yang kami tempati selama bertugas adalah Kaulah. Desa itu termasuk dalam kecamatan Rahabah di Propinsi Ma’rib, bagian utara negara Yaman. Untuk sampai ke ibukota propinsi dibutuhkan minimal empat jam perjalanan. Sementara jarak antara ibukota propinsi Ma’rib sampai ke Shan’a minimalnya empat jam. Kampung kami tercatat sebagai salah satu bagian dari kabilah Murad yang tersohor itu. Seorang tabi’in yang disebut-sebut sebagai sayyidut tabi’in (pemukanya generasi tabi’in) juga berasal dari kabilah tersebut. Ya…Uwais Al Qarani Al Muradi kampungnya hanya berjarak satu jam perjalanan dari tempat kami berada. Sebagaimana layaknya kehidupan Badui, kampung kami pun demikian adanya. Tidak ada listrik yang mengalir. Mengandalkan sebuah generator besar, kampung kami dan beberapa kampung tetangga hanya bermandikan listrik empat jam sehari semalam. Ketika adzan Maghrib berkumandang, generator itu dihidupkan dan akan dimatikan pada pukul sepuluh malam.
Kehidupan mereka amat sangat sederhana banget! Rumah-rumah mereka disusun dari batu-batu gunung yang memang tersedia secara melimpah. Tanpa semen atau bahan semisalnya. Kekokohannya hanya mengandalkan keahlian di dalam menjepit dan mengunci batu-batu tersebut. Lantai rumah pun tidak bersemen apalagi berkeramik. Hanya tanah yang diratakan dan dikeraskan.
ma'rib
ma’rib
Masing-masing rumah memiliki kandang sapi, kambing dan keledai. Ya…penghasilan utama mereka memang dari beternak. Jangan heran jika ada di antara penduduk kampung yang memiliki ratusan ekor kambing! Di samping itu mereka berladang dan bercocok tanam. Gandum adalah pilihan utama di dalam berladang. Sebab, gandum adalah makanan pokok mereka.
Kegiatan sehari-hari di sana tentu amat membosankan bagi yang telah mengecap kehidupan kota. Shalat Shubuh lalu tidur kembali. Setelah sarapan pagi berangkat ke ladang sampai waktu Dzuhur. Makan siang dan dilanjutkan tidur (sebagian besar nge-qaat,sebuah adat Yaman yang perlu dijelaskan secaraterpisah). Sore hari hanya duduk-duduk sambil minum kopi Yaman menanti malam. Selepas shalat Isya’ dilanjutkan dengan tidur. Ya…hanya seperti itulah kegiatan mereka!
Kegiatan yang sangat sederhana! Tidak banyak acara karena memang tidak ada pilihan selain itu. Namun apakah mereka mengeluh? Tidak! Mereka begitu amat menikmati kehidupan yang semacam itu. Mereka tidak mengenal dunia luar. Bahkan masih banyak di antara mereka yang belum pernah ke ibukota. Kehidupan Badui!
_____00000_____
Masih banyak di antara mereka yang tidak dapat membaca ataupun menulis (jadi ingat Papua nie…). Alhamdulillah generasi yang belakangan ini sudah mengalami kemajuan di dalam hal menulis dan membaca. Namun, walaupun kepada orang yang telah mengenyam pendidikan di antara mereka, jangan berharap bisa memberikan jawaban pasti,” Tanggal, bulan dan tahun berapa kamu dilahirkan?”. He…he…pasti ia akan tertawa kecil sambil menggelengkan kepala…
Jangan tanyakan lagi tentang kedermawanan mereka! Baru kali ini saya benar-benar melihat secara langsung kedermawanan orang Arab yang sangat terkenal itu. Bayangkan saja jika Anda dalam waktu tiga minggu berturut-turut, setiap makan siang selalu daging kambing sebagai menu utamanya! Pantas saja kata kawan-kawan sepulang dari sana,pipimu tambah tembem.
Dua puluh tiga hari di sana hanya tiga atau empat kali saja kami makan siang dengan lauk daging ayam. Selebihnya adalah daging kambing! Ada empat kali kesempatan saya menyaksikan pengalaman baru selama di sana. Kami diundang makan siang oleh mereka. Dua ekor kambing dipotong untuk menyambut kami yang kira-kira berjumlah dua puluh orang.
Luar biasa!
Dua ekor kambing itu dimasak dengan potongan-potongan besar lalu dihidangkan di hadapan kami dalam dua buah nampan besar. Tidak ada sedikit pun bagian kambing yang diambil oleh tuan rumah. Dua ekor kambing utuh itu dipotong-potong di hadapan kami sebagai bukti bahwa semuanya untuk tamu. Tidak ada yang disisakan untuk tuan rumah!
Kemudian?
Salah seorang dari tamu berdiri dan mengambil dua potong paha dan menyerahkannya kepada tuan rumah sambil bersumpah,” Aku bersumpah atas nama Allah, kalian harus menerima ini untuk kalian sendiri!”. Tuan rumah masih berusah untuk menolak namun tamu itu tetap saja memaksa. Dan dua potong paha itu pun untuk tuan rumah dan keluarganya.
Orang-orang Badui semacam mereka pun dikenal dengan kepahlawanan dan keberaniannya. Kisah-kisah mereka yang diabadikan dalam epos-epos perang seringkali saya dengar. Dan jangan lupa bahwa orang-orang Yaman telah mengambil peran penting di masa awal-awal Islam di dalam membela dan menolong Rasulullah. Peran tersebut tetap berlangsung sampai di masa tabi’in dan seterusnya. Ya, pasukan Yaman sering disebut sebagai Al Madad (bala bantuan).
Secara wawasan umum, mereka pun tergolong tertinggal. Buktinya banyak dari mereka yang tidak mengetahui di manakah letak negara Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa Indonesia itu terletak di jazirah Afrika.Ada juga yang menyangka Indonesia, Cina, Jepang dan Korea saling bertetangga dekat.
Mereka hanya geleng-geleng kepala tanda takjub ketika saya bercerita tentang bumi Indonesia. Jarak tempuhnya yang menghabiskan sepuluh jam di atas pesawat, jumlah penduduknya, gambaran alam Indonesia dan berbagai hal tentang Indonesia. Ya, dan mereka hanya takjub dan terkagum-kagum ketika mendengar tentang Indonesia.
Secara agama? Walaupun mereka adalah orang-orang Badui yang tinggal di pedalaman dan terbelakang, secara praktek keagamaan mereka sangat luar biasa. Mereka hanya mengenal Al Qur’an dan As Sunnah sebagai landasan hidup. Meskipun secara prakteknya belum tepat semua.
Mereka membenci paham demokrasi yang menyamakan suara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, paham demokrasi yang menyamakan antara pendapat seorang pemuka kabilah dengan seorang gelandangan. Mereka sangat mengagumi Syaikh Muqbil yang telah berjasa mendakwahkan Al Qur’an dan As Sunnah di seluruh penjuru Yaman. Sungguh, mereka sangat patuh ketika ayat dan hadits dibacakan.
Subhaanallah!
_____00000_____
Saba’ adalah sejarah besar dunia yang meninggalkan kesan mendalam. Saba’ adalah nama seorang nenek moyang orang-orang Yaman yang kemudian digunakan sebagai nama daerah dan nama kerajaan besar di masa lalu. Negerinya amatlah indah dan makmur. Aman sentosa dan gemah ripah loh jinawi. Bahkan Allah menyebutnya sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Namun semua tinggal cerita…
Allah mengabadikan kisah hancurnya kerajaan Saba’ yang terkenal dengan istana Bilqisnya di dalam Al Qur’an.Bahkan surat yang berisi tentang kisah mereka pun dinamakan dengan surat Saba’.Lihatlah bagaimana Allah menceritakannya!
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.(kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun”. (QS. 34:15)
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. 34:16)
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS. 34:17)
Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman. (QS. 34:18)
Maka mereka berkata:” Ya Rabb kami jauhkanlah jarak perjalanan kami”, dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur. (QS. 34:19)
Saya membayangkan sambil mendengar penuturan seorang kakek tua yang bercerita tentang keindahan Saba’ di masa lalu. Jari telunjuk kakek tua itu seakan tak kenal lelah mengarahkan pandangan saya menyaksikan gunung-gunung membentang dan ngarai-ngarainya. Saat itu kami berada sedang berada di sebuah bukit di atas kampung itu.
Subhaanallah! Saba’ di masa itu pastilah indah! Kebun-kebun yang dipenuhi dengan berbagai macam buah-buahan. Tanpa memetik atau memanjat, buah-buah itu telah berjatuhan di atas keranjang yang diletakkan di atas kepala. Seorang penduduk Saba’ saat itu cukup berjalan berkeliling melintasi kebun-kebun sambil membawa keranjang di atas kepalanya. Dan saat ia keluar, keranjang itu telah penuh dengan buah-buahan. Tanpa memetiknya!
Air begitu melimpah dengan bendungan yang sangat besar, kokoh dan kuat. Ikan-ikan menjadi santapan lezat bagi penduduk Saba’. Semua kenikmatan dunia dicurahkan untuk mereka. Namun pada akhirnya semua itu hanya tinggal cerita. Ya, karena mereka kufur nikmat dan tidak mensyukuri sebagaimana mestinya, Allah pun menurunkan adzab untuk mereka. Pelajaran untuk orang-orang setelah mereka (termasuk kita) bahwa nikmat yang tidak disyukuri, suatu saat akan dicabut, hilang dan berganti dengan kepedihan.
Saya sekarang pernah menyaksikan seperti apakah pohon-pohon yang menggantikan kebun-kebun indah itu. Pohon Khamt, pohon Atsl dan pohon Sidr. Pohon-pohon yang sangat kecil manfaatnya. Pohon-pohon kering dan penuh dengan dedurian. Pepohonan yang menggantikan kebun-kebun buah.Pepohonan yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali hanya untuk kayu bakar saja.
Astaghfirullah…Sudah berapa banyak nikmat Allah yang kita abaikan dan tidak kita syukuri???
_____00000_____
Sepanjang malam saya selalu mendengar suara keledai yang memecah keheningan. Suaranya amat menyayat hati. Panjang dan tidak menyenangkan. Pantas saja jika Allah menyebutnya di dalam Al Qur’an sebagai ankarul ashwaat (seburuk-buruk suara). Hampir setiap rumah memelihara keledai yang berfungsi sebagai alat pembawa air, kayu bakar atau semisalnya. Pantas saja jika sehari-hari, terutama malam, kampung itu dipenuhi dengan suara keledai.
Di siang hari, suara angin berhembus amat sangat khas. Topan-topan kecil bergerak memutar-mutar. Bising namun bukan bising. Sampah-sampah kecil ikut terbang terangkat oleh angin-angin tersebut. Saya harus menutup wajah jika angin-angin itu mulai datang. Angin-angin yang membentuk topan-topan kecil itu memang khas di daerah Badui.
Jika saya ditanya, view dan pemandangan apakah yang paling indah selama di sana? Pasti saya akan menjawab,”View langit di arah timur ketika malam datang!”. Selama ini saya sangat mengagumi keindahan ciptaan Allah ketika malam datang di ufuk barat. Detik-detik ketika bola matahari tenggelam (jadi ingat ketika menyaksikan matahari tenggelam di pantai Selatan he…he…) Indah sekali!
Namun, ufuk timur ternyata juga tak kalah indahnya. Saya sering menikmati view tersebutbersama seorang kakek tua yang telah menjadi muadzin selama enam belas tahun. Dari balik jendela masjid yang berjeruji, sebuah masjid yang berada di atas bukit, kami berdua sering menikmati momen-momen itu. Siang yang terus digeser dan didorong oleh gelapnya malam. Langit kebiruan masih berusah untuk bertahan di sela-sela cahaya teja kemilau matahari. Berbagai warna, entah warna apa namanya, saling berpendar jatuh di atas gunung dan bukit yang bersaf-saf.
Apalagi satu dua bintang kecil bersusulan muncul. Bintang Zuhroh yang paling terang cahayanya semakin menambah syahdu. Dan potongan rembulan pun akhirnya muncul. Sambil tersenyum kecil, setelah membaca dzikir petang, saya menaruh asa dan harapan pada Dzat yang telah mengatur alam ini yang sedemikian indahnya. Ya Allah…kabulkanlah semua doa-doaku….Amin.
_____00000_____
Pakaian putihku selama di sana nampak lusuh, kumuh dan penuh noda. Bagaimana tidak seperti itu, pakaian saya pakai selama sepekan tanpa diganti. Barangkali sudah mulai tertular kehidupan Badui. Suatu saat saya sudah merasa bahwa pakaian yang sedang saya pakai layak diganti dengan pakaian yang lain.Warnanya sudah bukan putih lagi! Akan tetapi rencana itu saya urungkan. Kenapa? Setelah membanding-bandingkan dengan pakaian orang-orang di sana, ternyata pakaian saya masih tetap yang paling bersih dan putih.He…he…
Selama di sana, bau badan, keringat dan setiap cairan yang dikeluarkan oleh tubuh pasti beraroma sapi atau kambing. Sebab, makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak jauh-jauh dari sapi dan kambing. Masakan selalu menggunakan minyak samin. Minuman pun sering dikombinasikan dengan susu kambing. Untungnya, setiap orang di sana memiliki bau badan yang sama. Sehingga tidak ada yang merasa terganggu dengan bau badan kita.
Pengalaman! Pengalaman…
_____00000_____
Sebuah keajaiban yang menurut saya sangat mengherankan adalah sungai-sungai yang mengandung garam. Sebelumnya saya sudah pernah mendengar bahwa di Yaman ada dua jenis garam ; garam laut dan garam gunung. Garam gunung adalah garam yang dihasilkan dari beberapa gunung di propinsi Ma’rib. Namun baru di sebuah pagi saya benar-benar percaya dengan berita tersebut.
Pagi itu kami berjalan mencari suasana baru.Beberapa ratus meter kami naik turun bukit yang akhirnya membawa kami di sebuah aliran sungai di ngarai landai. Ada sesuatu yang aneh…tumpukan tipis berwarna putih menghiasi sepanjang sungai yang telah mengering airnya.Garam gunung??? Saya mengambil sedikit lalu mencicipnya…Subhaanallah! Asin…inikah yang disebut dengan garam gunung?
“Sebenarnya ada gunung garam di sana. Kamu tinggal mencangkul saja karena semuanya adalah garam. Ketika banjir di musim penghujan, air membawa garam-garam tersebut mengikuti alirannya”,kata seorang penduduk kepada saya.
Subhaanallah!
_____00000_____
Sepekan lebih di sana ternyata saya harus melewati beberapa hari dengan banyak-banyak berbaring. Badan menggigil, batuk, pilek juga demam tinggi di malam hari. Barangkali adaptasi cuaca. Atau juga mungkin faktor air minum yang langsung diambil dari sumur-sumur sekitar. Selama beberapa hari itu, saya hanya membeli dan mengkonsumsi air mineral. Kurang lebih 100.000 rupiah saya habiskan untuk membeli air mineral. Perbotolnya di sini seharga 100 Real yang jika dikonversi dalam rupiah menjadi 5.000.
Setiap malam sebelum tidur saya usahakan untuk makan bawang putih mentah. Untuk kekebalan tubuh, kata sebagian orang di sana. Setiap siang tidak lupa beberapa kapsul habbatus sauda’ juga saya konsumsi. Sebelum tidur cream Suncream juga saya usapkan merata ke seluruh tubuh untuk membantu menghangatkan tubuh.Hingga pada sebuah malam…
Saya bercerita kepada kawan satu Tim, jika di Indonesia saya sakit semacam ini saya pasti dikeroki oleh istri tercinta. “Apa kerok itu?”, kata mereka. Lalu saya pun sedikit menceritakan tentang kerok-mengkerok ala Indonesia. Mulai dari sejarah, fungsi dan tata caranya.
“Ya sudah…bagaimana kalau saya ngerokin kamu?”, kata kawan saya. Akhirnya malam itu saya pun dikeroki setelah hampir setahun tidak pernah dikeroki. Hanya saja memang saya harus maklum, cara ngerok-nya tentu berbeda. Lah wong kawan saya baru sekali itu mengetahui yang namanya ngerokin. Bukannya menyilang kanan kiri di punggung, kawan saya malah seperti mengecat pagar rumah saja. Diputar kesana kemari, tidak beraturan bahkan terkadang seperti gaya orang menyapu halaman rumah.
Ya… namanya saja pengalaman hidup.
_____00000_____
Coba bayangkan!
Dalam perjalanan pulang,mobil yang kami naiki adalah sebuah jeep Toyota mini. Di depan tiga orang, sopir dan kedua saudarinya. Sementara di belakang ada enam orang, tiga orang saling berhadapan. Di tengah-tengah kami tertumpuk dua karung gandum dan beberapa barang lainnya. Namun yang membuat perjalanan pulang itu tidak akan terlupakan adalah seekor kambing yang juga berada di antara kami.He…hee… Kami diberi pilihan oleh orang-orang Badui di sana ; ingin diantar pulang melalui jalur berangkat yang hanya lima jam ataukah ikut menumpang sebuah mobil dari kampung sebelah namun perjalanan ditempuh selama delapan jam? Jika ingin diantar pulang berarti harus menanti pekan depan. Namun, jika ingin menumpang mobil kampung sebelah,pagi-pagi besok langsung berangkat. Menunggu sepekan lagi? Hii…jangan lah!
Kami pun memilih untuk kembali besok paginya dengan menumpang mobil dari orang kampung sebelah.Akan tetapi seperti itulah keadaannya! Setelah tiga jam lebih melintasi jalan berbatu dan berpasir akhirnya kami pun sampai juga di jalan beraspal. Rasanya baru saja melihat dunia bebas ketika aspal itu dengan halusnya menjadi tempat roda mobil kami berputar.
Alhamdulillah…
Apalagi beberapa waktu kemudian sinyal hape menjadi aktif lagi. Alhamdulillah setelah delapan jam perjalanan, sampailah kami ke Pondok Dzamar dengan selamat. Sambil membawa banyak kenangan yang sulit terlupakan. Rute yang kami ambil ketika pulang berbeda dengan rute saat berangkat. Beberapa kota kami lewati. Hitung-hitungsambil memperbanyak wawasan tentang travelling di Yaman. Namun, semua itu tetap berada di dalam jeep mini bersama kambing berwarna hitam itu.
_____00000_____
Dua puluh tiga hari bukanlah waktu yang sebentar. Ada banyak pelajaran hidup yang berharga bagi saya. Selama di sana, saya belajar arti sebuah kesederhanaan, perjuangan, kesetiakawanan, kesabaran, kedermawanan, keberanian juga makna ilmu. Betapa ilmu agama ini sangat dibutuhkan dan diharapkan.
Sekian banyak orang merasakan haus dan lapar secara ruhani. Mereka sangat membutuhkan ilmu. Hal ini sekaligus pelecut semangat untuk terus belajar, ternyata ilmu yang telah dipelajari masih belum seberapa jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.
Dua puluh tiga hari selama di kampung Badui Ma’rib telah mengajarkan banyak hal untuk saya! Di hari-hari terakhir,saya pun telah menemukan jalan Cinta…Sebuah jalan yang akan saya tuangkan dalam sebuah surat Cinta untuk istri di Indonesia.Surat itu saya beri judul JALAN CINTA…
Surat itu berisi tentang sekilas perjuangan saya untuk meraih cinta sampai Allah mencurahkan sekian banyak kenikmatan untuk saya…Kenikmatan yang masih terlalu kecil rasa syukur yang saya berikan. Seorang istri shalehah, seorang putri yang mungil, dua keponakan yang shalihah, beribadah haji, berthalabul ilmi dan tentunya kesempatan berbakti kepada orang tua.
Surat itu pun berisi tentang cita-cita saya ke depan nanti. Sebuah jalan Cinta sedang saya rajut. Dan Allah tentu amat mudah untuk mengabulkannya. Ya, surat itu pun berisi tentang tekad saya untuk meninggal dunia dalam keadaan bersujud di depan Ka’bah ataukah menghembuskan nafas dengan senyum terakhir karena meninggal di medan Jihad…
love
love
JALAN CINTA akan saya kirimkan untuk istri di Solo pada tanggal 29 November
2013 nanti, insya Allah… Hari tepat setahun saya meninggalkan Indonesia.
_abu nasiim mukhtar “iben” rifai_Helga La Firlaz_Yemen_20 November
2013_22.05 malam_

http://www.ibnutaimiyah.org/category/kisah/

Baca Selengkapnya ....

Dauroh Bantaeng Sul-Sel 16 Rabi’uts Tsani1435H/16 Februari 2014 M

AUDIO “Menjaga Ukhuwah dan Persatuan di Bawah Amar Ma’ruf Nahi Munkar”

Daurohbantaeng1

Berikut Rekaman Kajian Ilmiyah Bersama Al Ustadz Abu Qanitah Abdurrahim Pangkep yang di adakan pada Hari Ahad 16 Rabi’uts Tsani1435H/16 Februari 2014 M

1.Ba’da Isya Download di >>
http://bit.ly/1jwhFrs
2.Tanya Jawab Download Ba’da Isya>>
http://bit.ly/1jwhEE2
3.Ba’da Shubuh Download di>>
http://bit.ly/1jwhFIc
4.Tanya Jawab Ba’da Shubuh>>
http://bit.ly/1jwhEE2

Baca Selengkapnya ....

Oleh-oleh Umroh Asatidzah 1435H

FawaidUmroh1

BIMBINGAN ULAMA AHLUSSUNNAH TERHADAP TAHDZIR SYAIKH RABI’ BIN HADI AL MADKHALI
ATAS DZULQARNAIN BIN SUNUSI AL MAKASSARY

A.   Al Ustadz Qamar hafizhahullah:  (Pertemuan dengan Syaikh Hani’ bin Buraik hafizhahullah)
     -  Audio bisa di download disini
B.   Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad As Sarbini hafizhahullah: (Kronologis Pertemuan dengan para Masyaikh dan Menjawab Syubhat Khidir Al Makasari)
     -  Audio bisa di download disini
C.   Al Ustadz Abdurrahim Pangkep hafizhahullah: (Hasil Pertemuan dengan para Masyaikh, Menjawab Syubhat Khidir Al Makasari, Persaksian Tala’ubnya Dzulqarnain dan pernyataan rujuk & taubat beliau)
     -  Audio bisa di download disini
D.   Al Ustadz Qamar Suaidi hafizhahullah: (Penajaman kronologis pertemuan dengan Syaikh Hani’ dan tanggapan terkait telekonferensi beliau dengan Dzulqarnain Al Makasari di AMWA) :
     -  Audio bisa di download disini
E.   Al Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah: (Kronologis pertemuan dengan masing-masing masyaikh serta sikap akhir masing-masing ulama tersebut terhadap Dzulqarnain hadahullah)
     -  Audio bisa di download disini:  Sesi Pertama dan Sesi Kedua
F.Al Ustadz Abu Muawiyah Asykari Hakekat Perselisihan dan Kesimpulan Tahdzir asy Syaikh Rabi’ terhadap Dzulqarnain bin Sunusi al Makassary Download di Sini
Mudah-mudahan Bermanfaat.

Baca Selengkapnya ....
 
Free Website templatesRiad in FesFree Flash TemplatesFree joomla templatesCréation site internetConception site internetMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates