14 Februari, adalah tanggal yang telah lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day
ini, konon adalah momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang
kepada “pasangan”-nya masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat,
permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun
turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana
akar sejarah perayaan ini bermula.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ
نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi
Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang
mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam
keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali
dia termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali
kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.
Telah lama,
tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak
pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid
(membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang
(Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal
perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya
seorang muslim menyikapinya.
Asal Muasal
Perayaan
ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah
berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih
dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus
–pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga
serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa
Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap
tahun dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah
menyembelih seekor anjing dan kambing betina, lalu dilumurkan darahnya
kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian keduanya mencuci darah
itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai besar dengan kedua pemuda
tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua potong kulit yang mereka
gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka jumpai. Para wanita
Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang hati, karena
meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan melahirkan
dengan mudah.
Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma
ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat
terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk
mengenangnya.
Ketika
bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih
Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada
sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai
martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan
perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.
Di antara
aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang
memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada
talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin
menikah untuk mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan
menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di kertas (yang
diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku
masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka
mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.
Para
pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya
sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun
dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan
kembali.
Versi II:
Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang
disebut hari raya Lupercalia1. Ini adalah hari raya yang sama seperti
pada kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban
bagi sesembahan mereka selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka
meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan
dan menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.
Ketika
bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa
pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan
menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St.
Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara
diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum
kemudian dia dihukum mati.
Versi III:
Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah
penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama
Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun
Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya
pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.
Ketika
bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis
Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari terbunuhnya
Valentine untuk mengenangnya.
Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang
1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2. Saling
memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi
paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala.
3.
Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya
terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur
dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi
paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan
ketinggian yang besar.
4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5. Di
banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan
begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.
Beberapa
versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St.
Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal. Terlebih
lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin
yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka
hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang
datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1. Asalnya
adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk
mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ
وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ, بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ
الشَّاكِرِينَ
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu,
maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ’alaihissalam:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal
mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah
dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang
muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan para rasul-Nya.
Pada satu
versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus pendiri
kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran.
Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan
fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat
Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan
itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan
mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah
terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan
mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala
tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu
kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di
antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba
betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah
itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan
menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4.
Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga
dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya
dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga
pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang
mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan
perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah
Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap
sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka
dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang
ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan
terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa
hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?
5. Para
pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan
akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan
ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan
tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila
pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib
bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum
merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk
mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut
merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian
kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga
mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah
saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin.
Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam
Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul
Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat
hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya n.
Berdasarkan
hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang
diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama,
menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2.
Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai)
bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka,
padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika
seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang
termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka
ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang
muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala
ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat
yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ
تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ
وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ
آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ
الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ
فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?
Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh
(menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah
Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal
pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga
hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah
dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada
sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
3. Tujuan
perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang
di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang
beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang
kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak
mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya
hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu
memerangi kaum muslimin. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لَا تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap
kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan
yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih
sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum
Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan.
Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama
Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan
pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena
keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal
ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai)
orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang
muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita
yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.
2. Tidak
membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan
hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya,
atau meminjaminya.
3. Tidak
membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib
mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang
kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini,
kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik)
bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu
ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk
membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang
diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya
mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
4. Tidak
memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah
hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat
Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
1 Adalah
upacara ritual kesuburan yang dipersembahkan kepada Lupercus (dewa
kesuburan, dewa padang rumput, dan pelindung ternak) dan Faunus (dewa
alam dan pemberi wahyu). Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah
pimpinan Paus Gelasius I mengubah ritual tersebut menjadi perayaan
purifikasi (penyucian diri). Dua tahun kemudian, Paus Gelasius I
mengubah tanggal perayaan, dari tanggal 15 menjadi 14 Februari. (red)
Sumber : asysyariah.com
Posting Komentar